Selasa, 26 Februari 2008

Rasul Matius : Refleksi Seorang Murid Kristus

“Matius, si pemungut cukai.” Inilah keterangan singkat tentang sosok yang satu ini. Mungkin bagi kita yang hidup pada zaman ini, sebutan itu tidak ada artinya. Tapi bagi orang-orang pada zaman itu, para pemungut cukai adalah orang-orang yang sangat dibenci dan dianggap begitu menjijikkan. Karena mereka dianggap sebagai pengkhianat yang rela menyengsarakan bangsa sendiri demi keuntungan penjajah Romawi.
Dibutuhkan kerendahan hati dan keberanian untuk mencantumkan keterangan itu. Namun, Matius tidak ragu untuk mencantumkannya, untuk menunjukkan betapa besar kasih Tuhan yang berkenan menerima dia apa adanya, saat orang lain menolak dia.
Semua berawal saat Tuhan memanggil dia dan berkata, “Ikutlah Aku” (Lukas 5:27). Segera, Matius berdiri dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia (Lukas 5:28). Dan, pilihannya itu ternyata tidak salah.
Matius meninggalkan segalanya demi Kristus. Karena itu, ia memperoleh sesuatu yang lebih berharga dari semua tawaran dunia, yakni keselamatan dan hidup yang kekal.
Tidak heran, kalau Matius terus mengumandangkan nama Tuhan sampai akhir hidupnya di dunia. Selain itu, ia juga menulis biografi Tuhan Yesus supaya ada lebih banyak lagi orang yang merasakan dan mengalami kasih Tuhan dalam hidup mereka.Sama seperti Matius, Tuhan juga mengulurkan tangan kasihNya kepada kita, tanpa pernah memandang status sosial kita, prestasi kita, atau apa yang kita miliki. Tuhan menerima kita apa adanya, dan, untuk kita, Ia telah memberikan nyawaNya. Karena itu, jangan lupa untuk selalu bersyukur kepada Tuhan

Rasul Yohanes anak Zebedeus : Refleksi Seorang Murid Kristus

Murid yang termuda dan yang terakhir meninggal dunia karena imannya kepada Tuhan. Itulah Yohanes anak Zebedeus. Pengalaman imannya ia tuangkan dalam 5 kitab, yakni Injil Yohanes, tiga surat-surat Yohanes dan kitab Wahyu.
“Murid yang dikasihiNya.” Sebutan ini berulangkali digunakan dalam Injil Yohanes, untuk mendeskripsikan dirinya. Bukan berarti, Tuhan mengasihi Yohanes lebih dari murid-murid lainnya. Tetapi, karena Yohanes merasakan dan mengalami kasih Tuhan yang begitu besar.
Meskipun ia masih muda, dan kemungkinan yang termuda di antara murid-murid lainnya, tapi Tuhan tidak memandangnya sebelah mata seperti orang Yahudi pada umumnya. Sebaliknya, Tuhan dengan penuh kesabaran membimbing Yohanes, saat ia melakukan kesalahan atau tidak memahami ucapan-ucapan Tuhan Yesus. Tercatat, hanya 3 kali Tuhan Yesus menegur Yohanes (Markus 9:38-41; 10:35-41; 14:32-42).
Demi membalas kasih Tuhan, Yohanes berani mengesampingkan rasa takutnya, menemani Tuhan Yesus sampai saat Dia berada di atas kayu salib, dan melakukan pesan Tuhan Yesus dengan penuh ketaatan (Yohanes 19:26-27).
Saat gurunya telah tiada, Yohanes tetap setia melayani Tuhan sampai akhir hidupnya. Bahkan, meski ia harus mengalami masa pembuangan di pulau Patmos, kesetiaannya tetap tidak luntur.
Tidak heran, kalau Tuhan mempercayakan penglihatan tentang akhir zaman dan dunia yang baru kepada Yohanes, yang kemudian ia tulis dalam kitab Wahyu.
Memahami sosok ini, membuat kita termenung dan bertanya kepada diri sendiri, “Apakah kita yang telah merasakan kasih Tuhan, akan tetap setia kepada Tuhan saat menghadapi kesulitan?

Rasul Yakobus anak Zebedeus : Refleksi Seorang Murid Kristus

Tujuh belas tahun sebelum hari pelaksanaan hukuman matinya, Yakobus dan saudaranya, Yohanes, telah meminta tempat kehormatan di dalam kerajaan Kristus. Saat itu, Tuhan bertanya, “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (Markus 10:38). Dengan bersemangat dan berapi-api, tanpa memahami maksud pertanyaan itu, mereka menjawab, “Kami dapat” (Markus 10:39).
Kini ujian yang terakhir datang bagi Yakobus. Di atasnya berkilauan pedang penganiayaan Herodes Agripa, saudara laki-laki Herodias yang menjadi penyebab kematian Yohanes Pembaptis. Cawan kesengsaraan dipaksakan ke bibir Yakobus dan ia meminumnya dengan iman dan semangat gurunya.
Yakobus bukan martir pertama. Tetapi ia adalah rasul pertama yang mengalami ujian kesetiaan di hadapan kematian, dan ia berhasil melalui ujian itu. Meskipun hidupnya harus berakhir, tetapi kesaksian tentang kesetiaan imannya tetap berkumandang hingga saat ini.
Apakah kesetiaan yang sama akan Tuhan temukan dalam diri kita? Apakah saat berhadapan dengan kesulitan, iman kita tetap kokoh? Apakah ketika pencobaan datang, kita tetap setia hidup di dalam Tuhan?
Mungkin ujian yang kita hadapi berbeda dengan apa yang telah dihadapi oleh Yakobus. Namun, hadiah yang sama telah Tuhan sediakan bagi mereka yang setia kepada Tuhan (Wahyu 2:10).

Rasul Bartolomeus : Refleksi Seorang Murid Kristus

Tidak banyak informasi yang Alkitab berikan tentang sosok ini, selain apa yang tercatat dalam Yohanes 1:45-51, saat ia mendengar dan bertemu pertama kali dengan Tuhan Yesus.
Bartolomeus mendengar tentang Tuhan Yesus dari Filipus yang berkata, “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret” (ayat 45).
Setelah mendengar berita itu, (mungkin) dengan nada sinis, Bartolomeus hanya berkata, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (ayat 46). Sebuah kalimat yang mengandung keraguan dan prasangka: “Jangan-jangan Tuhan Yesus hanya orang biasa yang mampu mengajar dengan baik sama seperti guru-guru agama lainnya.
Namun, keraguan dan prasangka itu tidak menghalangi Bartolomeus untuk menemui Tuhan Yesus. Dan, saat melihat Bartolomeus, Tuhan Yesus berkata, “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (ayat 47).
Saat mendengar perkataan Tuhan Yesus, Bartolomeus merasa heran. Bagaimana Tuhan Yesus bisa mengenal dia, padahal mereka tidak pernah bertemu atau bercakap-cakap sebelumnya (ayat 48).
Menjawab pertanyaan yang berkecamuk di dalam benak Bartolomeus, Tuhan berkata, “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara” (ayat 50).
Jawaban ini menunjukkan bahwa Tuhan sudah mengenal Bartolomeus sebelum ia mendengar tentang Tuhan Yesus. Dan, Tuhan sudah memilih Bartolomeus menjadi muridNya sebelum ia memilih Tuhan Yesus menjadi gurunya (baca Yohanes 15:16).
Hal serupa juga terjadi dalam hidup kita. Bukan kita yang memilih Tuhan, tetapi Tuhan yang telah memilih kita untuk menjadi anak-anak terang yang memancarkan sinar kasih Tuhan di tengah dunia ini (Galatia 1:15-16). Karena itu, bersyukurlah untuk kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita, dan hiduplah sebagai anak-anak terang di tengah dunia ini.

Kamis, 07 Februari 2008

Rasul Tomas: Refleksi Seorang Murid Kristus

“Kritis.” Sebutan ini sering disematkan pada rasul ini. Karena ia bukan pribadi yang mudah percaya pada perkataan orang lain tanpa bukti yang nyata. Tidak heran, ketika teman-temannya bersaksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus, Tomas tidak percaya dan berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yohanes 20: 25).
Sosok ini mewakili orang-orang yang rasionalis, yang tidak mudah percaya pada hal-hal yang dianggap irrasional tanpa bukti yang jelas. Namun, demi orang-orang seperti inipun, Tuhan mau merendahkan diri.
Karena itu, delapan hari kemudian, saat Tuhan menemui para murid, Ia mengulurkan tanganNya dan berkata kepada Tomas, “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambungKu dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yohanes 20:27).
Kesabaran Tuhan dalam menghadapi ketidakpercayaan Tomas, membuat Tomas menyatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes 20:28). Pernyataan yang mengandung sebuah pengakuan bahwa Tuhan memiliki kuasa yang melebihi akal budi manusia. Tuhan memiliki kuasa untuk mengalahkan dan bangkit dari kematian.
Apakah Anda sama seperti Tomas, masih meragukan kuasa dan kebangkitan Tuhan? Tak ada satupun bukti yang dapat menjawab keraguan Anda, selain memulai segalanya dengan percaya. Tuhan berkata, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 21:29).
Karena dengan percaya pada kuasa Tuhan, maka kita akan melihat bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dia.

Rasul Yudas anak Tadeus: Refleksi Seorang Murid Kristus

Tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh tentang sosok ini, selain sebuah pertanyaan yang ia ajukan kepada Tuhan Yesus pada perjamuan malam terakhir: “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diriMu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” (Yohanes 14:22)
Pertanyaan ini menunjukkan kalau Yudas belum memahami dengan benar perkataan Tuhan Yesus: “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup…Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya” (Yohanes 14:18-21).
Yudas, sama seperti murid-murid yang lain, menganggap Tuhan Yesus adalah Juruselamat yang akan membebaskan bangsa Yahudi dari penjajahan bangsa Romawi, dan menegakkan Kerajaan Allah di dunia.
Karena itu, dalam benak Yudas, sangatlah membingungkan kalau Tuhan Yesus tidak menyatakan diriNya kepada dunia. Bukankah Ia yang akan menjadi Raja atas dunia ini?
Apa maksud Tuhan Yesus ? Kalau kita perhatikan, sebenarnya, perkataan itu merupakan kalimat penghiburan yang ditujukan kepada para murid, bahwa Tuhan Yesus tidak akan meninggalkan mereka sendirian. Sebaliknya, Ia akan segera kembali, menjemput mereka yang percaya, dan membawanya ke surga (bnd. Yohanes 14:1-3).
Hanya mereka yang sungguh-sungguh mengasihi Dia.” Kalimat ini sangat ditekankan oleh Tuhan Yesus, supaya Yudas, dan murid-murid yang lain, senantiasa menjaga hatinya untuk Tuhan dan berusaha untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena Tuhan menuntut kita mengasihi Dia “bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 Yohanes 3:18).
Google
WWW Blog ini