Kamis, 05 Juli 2012

Mengagumi Allah

Baca: Mazmur 117

Kata “kagum” sering digunakan sebagai ekspresi saat kita menikmati sesuatu, dengan panca indera kita, yang (menurut kita) luar biasa. Misal: kita kagum saat melihat sebuah lukisan, atau mendengar alunan musi, atau mendengar seseorang yang luar biasa.

Pertanyaannya, “Apakah kita mengagumi Allah ?” Seharusnya, di dalam hati kita, muncul perasaan kagum kepada Allah, melebihi perasaan kagum kepada hal-hal yang lain. Sebab kita telah mengalami, mendengar, dan melihat betapa luar biasanya Allah. Namun ada banyak orang yang telah kehilangan kekaguman mereka kepada Allah. Alasannya antara lain …
Pertama, karena mereka menganggap ke-LUAR BIASA-an Allah sebagai sesuatu yang BIASA, yang tidak istimewa. Misal: saat mereka memandang sebuah pemandangan yang sangat indah, hati mereka tidak tergugah karena sudah berulangkali melihat pemandangan yang serupa; atau saat melihat matahari terbit, hati mereka tidak tergugah, karena mereka sudah ter-BIASA melihat hal itu setiap hari.
Kedua, karena mereka sedang menghadapi pergumulan yang sangat berat, sehingga pandangan mereka teralih dari Allah. Akibatnya, mereka terpuruk dalam keputusasaan, dan melupakan bahwa Allah yang LUAR BIASA (selalu) bersedia untuk menolong mereka.
Ketiga, karena mereka menjadikan jawaban doa sebagai ukuran ke-LUAR BIASA-an Allah. Mereka akan mengagumi Allah, apabila Allah menjawab doa mereka. Sebaliknya, ketika jawaban Allah tidak memenuhi harapan mereka, Allah menjadi BIASA di mata mereka. Padahal, apapun jawaban Allah, di baliknya tersimpan sebuah rencana ilahi yang LUAR BIASA, yang melebihi bayangan kita.
Keempat, karena mereka tidak meluangkan waktu untuk melihat karya Allah. Mata mereka telah dibutakan oleh berbagai kesibukan, sehingga mereka tidak dapat melihat betapa LUAR BIASA-nya Tuhan.
Dan, masih ada banyak alasan, kita kehilangan perasaan kagum kepada Allah.
Realita ini, membawa saya pada sebuah pertanyaan: “Apakah, saat ini, Allah masih mengagumkan ?”

Ketika merenungkan hal ini, saya tertarik dengan isi Mazmur 117: “Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!” Melalui mazmur ini, kita bisa menarik 2 kesimpulan.
Pertama, melalui mazmur ini, sang pemazmur sedang menyatakan kekagumannya kepada Allah, dan mengajak semua bangsa untuk memegahkan Allah. Mengapa ? Karena pemazmur mengalami kasih dan kesetiaan Tuhan dalam kehidupannya. Dan, pemazmur yakin kasih dan kesetiaan Tuhan tidak akan berubah sampai selama-lamanya.
Kedua, pemazmur menyatakan hal itu, bukan karena hidupnya bebas dari masalah, ataua karena Tuhan mengabulkan semua doanya. Tetapi, karena ia mengimani dan mengalami kesetiaan Tuhan dalam situasi apapun. Dan, kesetiaan itu tidak akan berubah sampai kapan pun. Itulah yang membuat sang pemazmur merasa kagum kepada Allah.

Saya percaya kita setuju dengan pernyataan sang pemazmur, bahwa Tuhan tidak pernah berubah, dan kesetiaan-Nya tidak berkurang sedikitpun. Dan, satu hal yang LUAR BIASA, adalah kasih dan kesetiaan-Nya ditujukan kepada kita, mahluk ciptaan BIASA, yang telah mengecewakan Tuhan dengan ketidaktaatan kita. Namun, meski demikian, Tuhan tetap mengasihi kita.
Ironisnya, kebenaran ini sudah menjadi sesuatu yang BIASA bagi kita. Apalagi, bagi kita, yang sudah mengikut Tuhan bertahun-tahun lamanya. Akibatnya, kekaguman kita kepada Tuhan, sedikit demi sedikit, hilang. Dan, kita menaati kehendak-Nya karena terpaksa, bukan karena kekaguman kita kepada-Nya.
Karena itu, saat ini, saya ingin mengajak kita mengingat 2 hal, yakni: (1) Tuhan adalah pribadi yang LUAR BIASA, dan kasih-Nya yang LUAR BIASA ditujukan kepada kita; dan (2) kita (hanya) pribadi yang BIASA, tapi menerima kasih Tuhan yang LUAR BIASA.
Karena itu, mengucapsyukurlah kepada Tuhan. Lukiskan kekaguman kita kepada Tuhan melalui pujian dan kehidupan kita. Karena, sampai kapanpun, Allah senantiasa MENGAGUMKAN…!!!
Google
WWW Blog ini