Sabtu, 31 Mei 2008

Hidup Kita Terlukis Dalam Telapak Tangan Tuhan (Yesaya 49:8-16; Matius 6:24-34)

“Hidup dan Kesulitan.” Keduanya bagaikan sekeping mata uang dengan 2 sisi yang tak terpisahkan. Di mana ada kehidupan pasti ada kesulitan. Di mana ada kehidupan pasti ada pergumulan. Di mana ada pergumulan pasti ada penderitaan. Dan kenyataan ini dialami oleh semua orang, tua muda, miskin kaya.
Ketika berada dalam kesulitan, pertanyaan yang sering muncul adalah: “Apakah Tuhan sungguh-sungguh mengasihi aku? Kalau iya, kenapa Ia membiarkan aku menderita?”
Secara tidak langsung, pertanyaan ini menyatakan sebuah KERAGUAN pada kasih dan kesetiaan Tuhan. Karena kita beranggapan kalau Tuhan mengasihi saya, seharusnya saya tidak mengalami pergumulan dan kesulitan. Jadi, karena saya mengalami penderitaan, kasih Tuhan perlu kita pertanyakan.
Keraguan serupa pernah dinyatakan oleh Israel kepada Tuhan : “Tuhan telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku” (Yesaya 49:14).
Mengapa keraguan itu muncul? Hal ini tidak terlepas dari keadaan mereka saat itu, menjadi budak jajahan bangsa Babel. Kenyataan itu membuat mereka bertanya-tanya, kenapa Tuhan tidak menolong mereka.
Mereka beranggapan kalau Tuhan peduli kepada mereka, seharusnya Tuhan tidak membiarkan mereka menghadapi pergumulan, dan menjadi budak bangsa Babel, atau seharusnya Tuhan menolong mereka dan membebaskan mereka dari perbudakan bangsa Babel seperti yang pernah Tuhan lakukan pada nenek moyang mereka.
Pemikiran seperti ini sangatlah wajar, dan kebanyakan orang memikirkan hal yang sama saat menghadapi pergumulan. “Kalau Tuhan sayang pada saya, tentu Ia tidak akan membiarkan saya menghadapi kesulitan.
Pertanyaannya: “Apakah Tuhan tidak menyayangi Israel? Apakah Tuhan tidak menyayangi kita, umatNya?
Menjawab keraguan Israel, dalam Yesaya 49:15-16, Tuhan memberikan 2 analogi:
Pertama,Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (ay 15).
Mungkinkah seorang ibu yang penuh kasih akan melupakan anaknya? Demikian pula dengan Tuhan, Tuhan tidak akan pernah melupakan atau mengabaikan anak-anakNya. KepedulianNya adalah bukti cinta kasihNya kepada kita.
Kedua,Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku” (ay 16).
'Melukis pada telapak tangan' menunjukkan kalau Tuhan tidak pernah berniat melupakan kita.
Sebaliknya, melukis pada tangan menunjukkan kalau Allah senantiasa menggenggam hidup kita dalam tanganNya. Ia tidak akan pernah melepaskan kita.
Dari kedua analogi ini, kita bisa melihat kalau Tuhan sungguh-sungguh mengasihi umatNya. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 6:26-30, saat Ia membandingkan hidup kita dengan burung di udara dan bunga di padang. Tuhan Yesus berkata kalau burung-burung di udara dan bunga di padang saja Ia kasihi, apalagi manusia yang jauh lebih berharga dari keduanya.

Permasalahannya, “Kalau Tuhan mengasihi kita, mengapa Ia biarkan kita menghadapi pergumulan?
Dari Yesaya 49 dan Matius 6, paling tidak kita akan menemukan 3 alasan mengapa Tuhan mengijinkan umatNya mengalami penderitaan.

Pertama, supaya kita menyadari kesalahan kita dan mau berbalik kepada Tuhan.
Bukan perkara yang mudah melihat orang yang dicintai menderita. Demikian pula dengan Tuhan. HatiNya sakit saat melihat umatNya menderita.
Namun, Ia mengijinkan hal itu terjadi supaya umatNya sadar dan mau berbalik kepadaNya. Ketika saatnya tiba, Tuhan berjanji akan memulihkan umatNya (ay 22-26).
Hal serupa juga diijinkan Tuhan terjadi dalam kehidupan kita. Ketika kita mengalami penderitaan, jangan cepat menyalahkan Tuhan. Introspeksi diri…!!! Jangan-jangan pergumulan itu diijinkan Tuhan kita alami karena kesalahan kita sendiri.
Tuhan mengijinkan kita mengalami penderitaan, bukan untuk menghukum kita. Ia mengijinkan kita mengalami pergumulan supaya kita menyadari kesalahan kita dan mau berbalik kepada Tuhan.
Renungkan: Apakah kita menyadari kesalahan kita? Apakah kita mau mengakuinya di hadapan Tuhan dan mohon pengampunan? Serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama?

Kedua, supaya kita tidak terikat pada materi dan hal-hal duniawi.
Ketika saya merenungkan Matius 6:25-34, saya tertarik pada cara Injil Matius menyusun pengajaran Tuhan Yesus. Kalau kita perhatikan perikop yang telah kita baca diawali dengan pembahasan tentang hal mengumpulkan harta (ay 19-24).
Tuhan mengajarkan supaya kita tidak mengejar harta dunia, karena harta dunia bisa binasa. Pada ay 25b, Tuhan mengingatkan bahwa hidup kita lebih penting dari apapun. Pada ay 33, Tuhan menasihatkan kita untuk lebih dahulu mencari Kerajaan Allah, maka semua akan ditambahkan kepada kita.
Dari ayat-ayat ini kita bisa menarik sebuah kesimpulan: Tuhan tidak ingin kita terikat pada hal-hal dunia, Tuhan ingin kita mengarahkan pandangan kita kepadaNya.
Karena itu, Tuhan mengijinkan kita mengalami pergumulan. Supaya kita tidak terikat pada dunia, dan mengarahkan hati kepada Tuhan.
Namun, bukan berarti uang tidak penting. Saya pun mengakui kalau uang itu penting. Tapi bukan yang terpenting. Karena pada waktunya, uang akan kehilangan nilainya. Tapi, hidup kekal tidak akan pernah hilang dari pandangan kita.
Renungkan: Apakah selama ini kita terikat pada dunia? Ingatlah, harta dunia fana, tidak kekal. Carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semua akan ditambahkan kepadamu.

Ketiga, supaya kita senantiasa bergantung kepada Tuhan.
Yang namanya manusia, kita sering khawatir saat menghadapi pergumulan. Dan hal itu sangat wajar, karena ada banyak hal yang tidak mampu kita lakukan.
Kalau begitu, kenapa Tuhan melarang kita untuk kuatir? Supaya kita menyadari ketidakmampuan kita. Menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita tidak mungkin dapat melakukan apapun. Sehingga kita akan bergantung penuh pada Tuhan.
Renungkan: Apakah kita menggantungkan seluruh harapan dan hidup kita pada Tuhan? Ataukah, selama ini, kita masih mengandalkan kemampuan kita sendiri? Ingatlah...!!! Kita tidak mungkin hidup tanpa Dia. Karena itu, bergantunglah kepadaNya.
Google
WWW Blog ini