Selasa, 11 Maret 2008

SUNGUT-SUNGUT (Bilangan 11:1-3)

Pendahuluan
Alkisah, di sebuah peternakan, ada seekor kelinci, ayam dan tikus yang hidup berdampingan. Mereka hidup bahagia karena mereka berbagi tugas untuk kepentingan bersama.
Kelinci bertugas untuk memasak makanan. Ayam bertugas untuk mencari kayu bakar. Sedangkan tikus bertugas untuk mengambil air. Setiap mereka mengerjakan tugasnya dengan baik.
Namun, suatu hari, saat ayam sedang mengumpulkan kayu bakar, seekor burung gagak bertanya apa yang sedang ia lakukan. Ayam itu pun menceritakan kebersamaannya bersama dengan kelinci dan tikut.
Gagak itu pun mengkritik si ayam dan mengatakan bahwa ayam telah ditipu, karena ia diberi tugas yang paling berat dibandingkan yang lain.
Ternyata perkataan si Gagak berputar-putar dalam benak si ayam, dan setelah ia kembali ke rumah, ia mengeluh kepada kelinci dan tikus, dan berkata, “Aku mengerjakan tugas yang paling berat, kita harus bertukar tugas.”
Keduanya pun setuju. Mulai saat itu, kelinci bertugas mencari kayu di hutan, ayam bertugas mengambil air, dan tikus bertugas memasak.
Namun, apa yang terjadi. Saat sedang mencari kayu, kelinci dikejar oleh seekor musang, ditangkap dan dimakan oleh musang itu.
Ayam, saat sedang mengambil air, karena tidak hati-hati, terpeleset, jatuh ke dalam air dan mati tenggelam
Tikus, saat sedang memasak sup, ia bertanya-tanya, mengapa kelinci dan ayam tidak kunjung datang. Karena melamun, tikus itu tidak hati-hati dan jatuh ke dalam panci, dan mati.
Keluhan menyebabkan mereka tidak hanya kehilangan kebahagiaan, tetapi juga kehilangan hidup mereka.
Peristiwa serupa juga dialami oleh Israel. Sungut-sungut yang mereka ucapkan telah menyebabkan mereka dihukum oleh Tuhan. Sehingga mereka tidak hanya kehilangan kebahagiaan, tetapi juga kehilangan hidup mereka.
Pertama, kisah ini merupakan bagian dari perjalanan Israel menuju ke Kanaan. Seakan menjadi sebuah kebiasaan, Israel bersungut-sungut saat memikirkan nasib buruk yang menimpa mereka.
Tentu saja hal ini sangat ironis. Kenapa? Karena perjalanan ini dimulai bukan atas inisiatif Allah, tetapi atas keinginan mereka yang menginginkan kebebasan (Keluaran 2:23-25). Dan, Allah menjawab keinginan mereka dengan mengirimkan Musa.
Namun, kini, seakan Allah yang membebaskan mereka dengan paksa dari Mesir. Padahal mereka sebenarnya tidak mau meninggalkan Mesir.
Dengan kata lain, terjadi pemutarbalikkan fakta. Tuhan tidak ditempatkan sebagai pahlawan, tetapi ditempatkan sebagai penjajah.
Tidak heran, kalau Tuhan sangat marah, sampai Ia menurunkan api di tengah-tengah umatNya.
Dari sini, kita bisa belajar untuk mawas diri. Ss, tidak jarang, kita pun sering menyalahkan Tuhan atas perkara-perkara buruk yang kita alami. Padahal, sebagian besar, pergumulan yang kita hadapi disebabkan karena kesalahan kita sendiri.
Namun, berapa kali, kita menimpakan kesalahan itu kepada Tuhan, seakan Tuhan yang dengan sengaja membuat kita menderita.
Tuhan tidak pernah dengan sengaja membuat kita menderita. Bukankah dalam Matius 7:9-11, firman Tuhan berkata, “Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
Dengan kata lain, Tuhan tidak pernah merancangkan hal-hal yang tidak baik untuk umatNya. Sebaliknya, Ia selalu memberikan yang terbaik untuk umatNya.
Kedua, tidak hanya itu, bagian ini memang tidak menjelaskan alasan mereka bersungut-sungut. Namun, saya yakin, keluhan ini muncul karena ada ketidakpuasan terhadap apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka, entah makanan, hal-hal lainnya.
Ketidakpuasan ini sangat wajar, apabila Tuhan tidak memberikan apapun buat mereka, dan membiarkan mereka menderita.
Tapi, masalahnya, Tuhan telah memberikan segala apa yang mereka butuhkan. Mereka minta makanan, Tuhan berikan Manna (Keluaran 16). Mereka minta air, Tuhan menyediakannya di Masa dan Meriba (Keluaran 17:1-7). Mereka butuhkan perlindungan, Tuhan berikan kemenangan saat Amalek menyerang (Keluaran 17:8-16).
Jadi, sangat aneh, kalau mereka merasa tidak puas dengan apa yang telah Tuhan berikan. Namun, hal ini jadi tidak aneh, kalau orang-orang Israel ini punya mental ‘tuan’ yang meminta terus dilayani, tanpa mau melayani.
Padahal, sebagai umat Tuhan, mereka belum memberikan, atau melakukan apapun buat Tuhan. Tapi, mereka terus menerus menuntut Tuhan melakukan apa yang mereka inginkan.
Ternyata mentalitas seperti ini masih ada sampai saat ini. Ada banyak orang Kristen yang menuntut tanpa pernah menunaikan tanggung jawab mereka sebagai umat Tuhan.
Ketiga, sungut-sungut Israel secara tidak langsung merupakan ungkapan penolakan terhadap kepemimpinan Allah. Mereka tidak puas dipimpin oleh Allah, dan ingin dapat menentukan jalan hidup mereka sendiri. Karena itu, mereka bersungut-sungut kepada Tuhan.

Minggu, 02 Maret 2008

Friday 13th

Pendahuluan
British Medical Journal tahun 1993 pernah mempublikasikan sebuah tulisan berjudul “Is Friday the 13th Bad for Your Health?” Sang penulis meneliti apakah pendapat umum bahwa hari Jumat tanggal 13 adalah hari sial, benar ? Untuk menemukan jawabannya, sang penulis membandingkan rasio kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi pada 2 hari yang berbeda, yakni Jumat tanggal 6 dan Jumat tanggal 13, dalam satu periode selama setahun.
Ternyata, pada hari Jumat tanggal 13, sejumlah Rumah Sakit melaporkan terjadinya peningkatan angka kecelakaan kendaraan bermotor dibandingkan pada hari Jumat lainnya. Sang penulis pun mengatakan, "Friday 13th is unlucky for some. The risk of hospital admission as a result of a transport accident may be increased by as much as 52 percent. Staying at home is recommended."
Artikel ini menggelitik rasa ingin tahu. Benarkah hari Jumat tanggal 13, atau yang lebih beken disebut “Friday 13th”, adalah hari sial? Mengapa banyak orang percaya pada mitos tersebut, bahkan beberapa mengalami sampai mengalami fobia terhadap hari Jumat tanggal 13 (psikoterapis menyebutnya “paraskevidekatriaphobia”)?

Mitos Friday 13th, Agama Kristen dan Sejarah
Sejak kapan mitos ini muncul, tak ada seorangpun yang tahu dengan pasti. Ada yang mengatakan kalau mitos ini muncul pada hari Jumat, 13 Oktober 1307, saat Philip of Fair menangkap ratusan Knights Templar. Faktanya, tidak ada bukti yang mendukung pandangan ini.
Siapa yang memunculkan mitos itu? Tidak ada yang tahu dengan pasti. Tapi beberapa orang percaya mitos itu memiliki kaitan yang sangat erat dengan Kekristenan.
Buktinya, ada dalam lukisan “The Last Supper” karya Leonardo da Vinci yang melukis Tuhan Yesus bersama dengan ke-12 muridNya. Para ahli sejarah percaya bahwa Tuhan Yesus adalah orang ke 13 dalam perjamuan itu. Jika kita mulai menghitung dari Yudas, sang pengkhianat, Yesus adalah orang ke 13. Sebaliknya, kalau kita menghitung mulai dari Tuhan Yesus, Yudas adalah orang ke 13. Dan, meski tidak ada yang tahu tanggalnya dengan pasti, Tuhan Yesus disalibkan pada hari Jumat.
Selain itu, beberapa orang percaya kalau Israel terdiri dari 13 suku, meski Alkitab hanya menyebut 12 suku. Mereka percaya suku ke-13 beranggotakan para penyihir yang berusaha untuk menghancurkan para pengikut Allah.
Alkitab juga menyatakan sejumlah peristiwa buruk yang terjadi pada hari Jumat. Sebagai contoh, Tuhan Yesus disalibkan pada hari Jumat. Pembunuhan Habel dan peristiwa air bah diperkirakan terjadi pada hari Jumat.
Sampai saat ini, hari Jumat disebut sebagai hari keenam dalam satu minggu. Alkitab mengaitkan angka 6 dengan hal-hal yang tidak baik, salah satunya nubuatan dalam Wahyu 13:18 tentang para penyesat (bilangan “666”).
Bukti-bukti di atas membuat orang yakin bahwa hari Jumat tanggal 13 adalah hari yang tidak baik. Belum lagi sejumlah peristiwa buruk lainnya yang tercatat dalam sejarah, seperti :
a. Saat pemerintah Inggris memberlakukan hukuman gantung, mereka membuat sebuah panggung dengan 13 anak tangga, dan, pada saat itu, hukuman gantung biasanya dilakukan pada hari Jumat.
b. Para pelaut percaya bahwa hari Jumat adalah hari yang tidak baik untuk berlayar. Legenda mengatakan bahwa pada tahun 1800-an, sebuah kapal Inggris bernama HMS Friday dipersiapkan untuk membuktikan kepercayaan itu keliru. Semua awak dipilih pada hari Jumat, kaptennya bernama James Friday, dan kapal itu berlayar pada hari Jumat. Sampai saat ini, kapal itu hilang dan tidak pernah ditemukan.
c. Sejarah mencatat nama sejumlah pembunuh berantai yang terdiri dari 13 huruf, seperti Jack The Ripper (London, th. 1888), John Wayne Gacy (17 Maret 1942 – 10 Mei 1994), Charles Manson (12 November 1934), Jeffrey Dahmer (21 Mei 1960 – 28 November 1994), dan Theodore (Ted) Bundy (24 November 1946 – 24 January 1989).

Bukti-bukti yang Spekulatif
Melihat bukti-bukti di atas, kelihatannya mitos yang mengatakan bahwa Jumat tanggal 13 adalah hari sial, adalah benar. Tapi, kalau kita cermati lebih jauh, ada banyak bukti yang sarat dengan spekulasi tanpa bukti.
Sebagai contoh, peristiwa pembunuhan Habil dan peristiwa air bah yang diyakini terjadi pada hari Jumat. Tak ada satupun fakta yang mendasari keyakinan ini. Apalagi mengingat sistem penanggalan baru muncul sekitar tahun 753 SM, saat Romulus dan Remus mendirikan kota Roma. Kemudian, sistem penanggalan tersebut terus berkembang dan menjadi kalender Masehi yang digunakan saat ini.
Bukti-bukti lainnya, seperti keyakinan adanya suku ke-13 dari bangsa Israel yang dipercaya sebagai para penyihir hanya sebuah spekulasi tanpa bukti. Memang benar, Yakub memiliki 13 orang anak. Selain 12 anak laki-laki, Yakub juga memiliki seorang anak perempuan, Dina (Kejadian 30:21). Namun, mengingat budaya patriakal pada saat itu, yang mengedepankan kaum pria dan mengabaikan kaum wanita, tidak mungkin ada sebuah suku yang menggunakan nama ‘Dina’ sama seperti ke-12 suku lainnya yang menggunakan nama anak-anak Yusuf. Jadi, dugaan tentang keberadaan suku ke-13 hanya sebuah spekulasi kosong..
Kalaupun ada satu suku di luar 12 suku yang memperoleh bagian tanah Kanaan, suku itu adalah suku Lewi yang dikhususkan oleh Tuhan untuk melayani Tuhan (Yosua 18:7). Tapi suku ini beranggotakan para imam, bukan penyihir seperti yang dipercaya banyak orang. Jadi, kita bisa menarik kesimpulan kalau keyakinan itu sama sekali tidak benar.
Selain bukti-bukti Alkitab di atas, bukti-bukti sejarah juga perlu kita kaji ulang. Sebagai contoh, nama para pembunuh berantai. Memang benar, nama-nama yang disebutkan di atas terdiri dari 13 huruf. Tapi, tidak semua nama di atas adalah nama asli sang pelaku. “Jack the Ripper” adalah sebutan yang diberikan oleh pihak kepolisian kepada pelaku pembunuhan berantai yang tidak pernah terungkap identitas pelakunya.
Selain itu, di luar nama-nama tersebut, masih ada banyak penjahat kelas kakap yang namanya tidak terdiri dari 13 huruf. Jadi, menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti itu sangat tidak tepat.

Pandangan Alkitab
Bagaimana pandangan Alkitab tentang mitos ini? Jelas mitos ini tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Alasannya: Pertama, karena Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa ketika Allah menciptakan dunia dan isinya, Allah menciptakan segalanya BAIK (Kejadian 1:10, 12, 17, 25, 31). Artinya, Allah pun menciptakan semua hari sama baiknya, termasuk setiap hari Jumat tanggal 13.
Kalau ada hal-hal yang buruk terjadi pada hari Jumat tanggal 13, itu hanya masalah persepsi. Karena terbukti, banyak hal-hal buruk yang juga terjadi di luar hari Jumat tanggal 13. Tapi, karena banyak orang yang berpersepsi negatif tentang hari dan tanggal itu, muncul anggapan kalau hari Jumat tanggal 13 adalah hari yang tidak baik (sial).
Kedua, mempercayai mitos itu, sama artinya kita tidak mempercayai kuasa dan pemeliharaan Tuhan. Bukankah Tuhan yang berkuasa atas semua hari dan atas hidup kita. Semua yang kita alami dan peroleh berasal dari Tuhan. Dan, Tuhan tidak pernah merancangkan sesuatu yang tidak baik untuk anak-anak yang Ia kasihi (Matius 7:11). Karena itu, kita harus memantapkan hati kita pada Tuhan, bukan pada mitos-mitos atau kepercayaan yang kosong.
Ketiga, kepercayaan kepada mitos merupakan ekspresi kekhawatiran akan hari depan. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, maka kita berusaha menghindari hal-hal buruk yang mungkin saja terjadi. Ketika kita melihat sejumlah fakta negatif yang terjadi pada hari Jumat tanggal 13, secara alamiah kita menarik kesimpulan bahwa hari Jumat tanggal 13 adalah hari yang buruk (sial), dan kita berusaha untuk menghindari, atau mengantisipasinya.
Tidak heran, kalau Tuhan Yesus mengingatkan kita supaya kita tidak khawatir akan hari depan kita, sebaliknya kita didorong untuk berserah dan bergantung penuh kepada Tuhan (Matius 6:25-34). Karena hanya Tuhan yang tahu hari depan hidup kita (Yesaya 29:11).

Kebersamaan: Salah Satu Kunci Kesuksesan

Pendahuluan
Meraih kesuksesan adalah impian semua orang. Tapi, tidak semua orang mampu meraih apa yang mereka impikan. Kenapa? Paling tidak ada 2 alasan: (1) Karena mereka tidak tahu rahasianya, dan (2) karena mereka tidak tahu cara mengaplikasikannya, meski mereka sudah tahu rahasianya.
Apa rahasia untuk meraih kesuksesan? Ada banyak…. Tapi pada saat ini, saya hanya ingin menyoroti satu hal saja, yakni KEBERSAMAAN.
KEBERSAMAAN yang saya maksud di sini adalah ikatan kekeluargaan dan persaudaraan yang jauh lebih ‘dalam’ dari sekedar bekerja sama. Jadi, bukan sekedar hubungan profesional biasa.
Mungkin definisinya yang paling sederhana dinyatakan dalam paribahasa: “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.” Artinya, segala sesuatu harus dihadapi, atau ditanggung, bersama-sama.

Pertanyaannya: Benarkah kebersamaan bisa membawa kita kepada kesuksesan? Mengingat iklim persaingan yang ada pada saat ini, KEBERSAMAAN menjadi sebuah kontradiksi yang tidak masuk akal?
Sebuah pelaku bisnis pernah menulis demikian: “Kejujuran dan keseriusan serta kebersamaan dalam bisnis ini adalah kunci kesuksesan kita.”
Eko Jalu Santoso, Founder Motivasi Indonesia dan Penulis Buku Motivasi “The Art of Life Revolution”, menyebut KEBERSAMAAN sebagai salah satu sifat positif yang Tuhan taruh dalam diri manusia, sebagai kunci meraih kesuksesan dalam segala bidang kehidupan.
Andrew Ho, seorang motivator, bisnisman dan penulis buku bestseller, pernah mengutip perkataan William Blake, seorang seniman: “No bird soars too high if he soars with his own wings. – Tidak ada burung terbang terlalu tinggi bila ia terbang dengan sayap-sayapnya sendiri.”
Andrew Ho mengatakan, “Kurang lebih William Blake mengungkapkan bahwa setiap mahkluk di dunia ini memerlukan satu sama lain untuk dapat berprestasi dan hidup bahagia. Meskipun kita berada di era modern, dimana segala sesuatu dapat dikendalikan dengan tehnologi mutakhir, tetapi kesuksesan berprestasi dan kebahagiaan kita masih sangat bergantung terhadap keberhasilan menciptakan networking.”
Beberapa opini ini menyatakan kepada kita betapa pentingnya KEBERSAMAAN sebagai kunci meraih KESUKSESAN.

Pertanyaannya: Bagaimana menciptakan KEBERSAMAAN itu? Ada beberapa unsur yang perlu kita ciptakan bersama.
Pertama, Sehati Sepikir. Dalam bahasa Yunani, kata ‘sehati sepikir’ bisa diartikan “memiliki tujuan dan sasaran yang sama.”
Dalam setiap perusahaan, terdapat banyak pikiran dan tujuan. Karena perusahaan sebagai sebuah organism terdiri dari banyak orang dengan berbagai alasan dan tujuan mereka bekerja.
Untuk meraih kesuksesan bersama, setiap pribadi yang menjadi bagian dari perusahaan itu harus mau ‘menanggalkan’ ambisinya pribadi dan berusaha mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dalam pernikahan, ada ungkapan “dalam satu perahu jangan sampai ada 2 nahkoda.” Demikian pula dalam dunia bisnis, dalam sebuah perusahaan jangan sampai ada lebih dari satu nahkoda atau tujuan.
Kedua, Tidak Egois. Memikirkan kepentingan bersama, dan bukan hanya mengejar kepentingan pribadi.
Egoisme sering menjadi kendala dalam sebuah kebersamaan. Ketika seseorang berusaha untuk ‘menang’ sendiri, atau berusaha menonjolkan diri sendiri supaya dilihat sebagai ‘kunci’ meraih kesuksesan.
Ketika itu terjadi, maka dalam perusahaan itu tidak akan tercipta sebuah KEBERSAMAAN.
Untuk menghindari hal ini, setiap anggota dari perusahaan harus mau memikirkan kepentingan orang lain juga. Dan menyadari bahwa kesuksesan sebuah perusahaan tidak ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi juga ditentukan oleh orang lain.
Dengan demikian, kita akan terhindar dari egoisme yang bisa merusak sebuah KEBERSAMAAN.
Ketiga, Kerendahan Hati. Kerendahan hati terekspresi dari sikap tidak sombong dan mau bekerja sama dengan orang lain.
Tidak menganggap diri mampu meski kita memiliki kemampuan. Tetap menyadari betapa pentingnya peran orang lain dalam meraih kesuksesan bersama.
Keempat, Kerelaan untuk Berkorban Demi Orang Lain. Tidak jarang, untuk menciptakan KEBERSAMAAN diperlukan pengorbanan.
Misal, mbayari saat pergi makan bersama. Atau, beli bingkisan saat salah satu di antara rekan ada yang jatuh sakit atau melahirkan.
Lebih jauh dari itu semua, pengorbanan yang dituntut lebih menunjuk pada masalah hati. Memikirkan dan siap menolong rekan, itu salah satu contohnya.
Google
WWW Blog ini