Rabu, 11 November 2009

Kutipan

"Kebenaran bukan untuk semua orang, tapi hanya untuk mereka yang mencarinya." Ayn Rand (1905-1982), penulis kelahiran Rusia

Kamis, 29 Oktober 2009

Rahasia Kebahagiaan

"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (1 Tesalonika 5:18). Kebahagiaan baru akan kita rasakan, kalau kita bisa mensyukuri apa yang kita miliki, bukan meratapi apa yang tidak kita miliki

Kutipan


"Yang membedakan orang sukses dan orang gagal adalah bukan karena yang satu memiliki kemampuan dan ide lebih baik, tapi karena dia berani mempertaruhkan ide, menghitung risiko, dan bertindak cepat," Andre Malraux (1901-1976), sejarawan Prancis

Kamis, 08 Oktober 2009

Kutipan

"Tidak ada kebahagiaan dalam memiliki atau mendapatkan, kebahagiaan hanya ada dalam memberi." Henry Drummond (1851-1860), pujangga Kanada

Minggu, 04 Oktober 2009

Kutipan

"Bekerja keraslah, nanti Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan. Meski Tuhan memberi bakat, Anda harus tetap bekerja. Jangan pernah berpikir semua akan mudah hanya dengan bakat." Aaliyah (1979-2001), aktris dan penyanyi Amerika Serikat

Senin, 20 Juli 2009

Kutipan


"Seorang pemimpin adalah orang yang mengetahui jalan, melewati jalan tersebut, dan menunjukkan jalan itu untuk orang lain," John C Maxwell, pengusaha sekaligus pakar motivasi dari Amerika Serikat"

Jumat, 19 Juni 2009

Kutipan


"Tujuan besar dari pendidikan bukan pengetahuan, tapi tindakan (aksi)." Herbert Spencer Filsuf Inggris

Rabu, 10 Juni 2009

Kutipan


"Tidak dicintai orang lain memang menyedihkan, namun lebih menyedihkan lagi kalau tidak bisa mencintai orang lain." Miguel de Unamuno (1864-1936), filsuf dan penulis Spanyol

Jumat, 05 Juni 2009

Kutipan


"Saya bisa menerima kegagalan, tapi saya tidak bisa menerima segala hal yang tak pernah diusahakan. Michael Jordan, pebasket legendaris Amerika Serikat

Kamis, 04 Juni 2009

Kutipan


"Penjara yang sesungguhnya adalah rasa takut dan hanya ada satu kebebasan sejati, bebas dari rasa takut." Aung San Suu Kyi, pejuang demokrasi Myanmar

Jumat, 22 Mei 2009

Kutipan

"Kekayaan pada umumnya mudah dicuri, kekayaan yang sesungguhnya tidak bisa. Dalam jiwa Anda terdapat sesuatu yang nilainya tiada tara yang tidak bisa diambil oleh siapa pun dari diri Anda." Oscar Wilde (1854-1900), sastrawan Irlandia

Selasa, 19 Mei 2009

Kutipan

"Cara terbaik untuk menasihati anak-anak Anda adalah dengan menemukan sesuatu yang mereka inginkan, kemudian nasihatilah agar mereka bisa menemukannya." Harry S Truman (1884-1972), presiden ke-33 Amerika Serikat

Sabtu, 16 Mei 2009

Jenuh Berdoa...?


Apakah Anda pernah merasa “lelah” berdoa? Karena Anda tidak melihat jawaban Tuhan atas doa-doa Anda? Atau, Anda merasa Tuhan tidak pernah mengabulkan apa yang kita inginkan?
Kalau jawaban Anda : “IYA”, saya ingin mengajak Anda merenungkan sebuah pertanyaan: “Apakah mungkin Tuhan tidak menjawab doa-doa kita?”
Tuhan, melalui nabi Yeremia, pernah berkata, “…apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku…” (Yeremia 29:12-14)
Tuhan Yesus sendiri berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” (Matius 7:7-8)
Jadi, apakah mungkin Tuhan tidak menjawab doa-doa kita? Jawabannya jelas “TIDAK MUNGKIN”
Kalau begitu, kenapa, sampai saat ini, ada di antara kita belum melihat jawaban Tuhan?
Kemungkinan besar (karena ada kemungkinan Tuhan memang tidak langsung menjawab doa-doa kita) Tuhan bukannya tidak menjawab, tetapi karena jawaban Tuhan tidak seperti yang kita harapkan, maka kita memilih untuk “mengabaikan” jawaban itu. Dengan harapan, semoga Tuhan segera menyadari “kesalahan”Nya dan me”revisi” jawabanNya.

Mengapa Tuhan tidak mengabulkan keinginan kita? Tuhan Yesus punya jawabannya.
Ia berkata, “Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Matius 7:9-11)
Kalimat ini menegaskan komitmen Tuhan Yesus yang selalu, dan akan selalu, memikirkan dan memberikan yang “terbaik” untuk anak-anakNya.
Kalau Tuhan memandang keinginan kita adalah yang “terbaik” bagi kita, maka Tuhan pasti akan mengabulkannya. Tapi, kalau Tuhan tahu permohonan itu akan membawa dampak yang kurang baik, maka Tuhan “pasti” tidak akan mengabulkannya.

Karena itu, apapun jawaban Tuhan, kita harus memegang teguh keyakinan ini. Sehingga, kita tidak akan kecewa dan bisa menerima apapun jawaban Tuhan atas doa-doa kita, dan, dengan sendirinya, kita akan terhindar dari “kejenuhan” dalam berdoa.

Kamis, 14 Mei 2009

Komitmen Seorang Pelayan


… serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran” (Roma 6:13).
Guyz… berbicara tentang “pelayanan” tidak bisa dipisahkan dari masalah “komitmen”.
Karena, (1) “komitmen” adalah dasar bagi seseorang untuk terlibat dalam “pelayanan”, dan (2) kesetiaan seseorang dalam “pelayanan” tergantung bagaimana orang tersebut memegang “komitmen”nya di hadapan Tuhan.
Berulangkali, rasul Paulus mendorong kita membuat ”komitmen” untuk menyerahkan hidup kita kepada Tuhan (Roma 6:13; 12:1, 11). Dan, bukan hanya membuat “komitmen”, tetapi kita juga didorong untuk memegang teguh “komitmen” itu sampai akhir hidup kita (2 Timotius 4:7-8).
Mengambil “komitmen” untuk melayani, dan memegang teguh “komitmen” itu sampai akhir, bukanlah perkara yang mudah. Tidak heran, kalau Tuhan berjanji akan menganugerahkan “mahkota kebenaran” kepada orang-orang yang setia melayani Tuhan.
Namun, meski sulit, menjadi seorang pelayan yang setia bukan sesuatu yang mustahil bagi kita. Asalkan (1) kita memiliki keberanian untuk mengambil langkah pertama, yakni berkomitmen dalam pelayanan, dan (2) mengandalkan Tuhan dalam menunaikan tugas pelayanan kita.
Dan, Tuhan pasti akan menolong dan memampukan kita menjadi seorang pelayan yang setia. Karena itu, “janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Roma 12:11)

Jumat, 08 Mei 2009

Kutipan

"Saya tidak berharap menjadi segalanya untuk setiap orang, saya lebih suka menjadi sesuatu untuk seseorang." Javan, ilmuwan kelahiran Iran penemu teknologi gas laser

Senin, 04 Mei 2009

Kutipan

"Dunia akan lebih bahagia jika manusia memiliki kemampuan yang sama saat diam dan berbicara." Baruch Spinoza (1632-1677), filsuf Belanda, eksponen Rasionalisme

Kamis, 30 April 2009

Kutipan

"Tidak benar jika dikatakan orang berhenti mengejar mimpi karena mereka sudah tua. Yang benar orang-orang itu menjadi tua justru karena mereka berhenti mengejar mimpi-mimpi itu." Gabriel Garcia Marquez, novelis terkemuka Kolombia, peraih Nobel Sastra 1982

Kamis, 23 April 2009

Kutipan

"Jika memiliki seribu ide dan hanya satu yang bagus, saya puas." Alfred Bernhard Nobel (1833-1896), ahli kimia dan penemu dinamit asal Swedia

Kamis, 16 April 2009

Kutipan

"Tuhan, sang Maha Pencipta, telah menganugerahi jiwa dan diri kita potensi kekuatan dan kemampuan yang luar biasa. Berdoa membantu kita mengetuk dan menumbuhkan kekuatan tersebut." Abdul Kalam, mantan Presiden India

Rabu, 15 April 2009

Kutipan

"Kekuatan tidak berasal dari kemenangan. Perjuangan Andalah yang mendatangkan kekuatan. Jika Anda melewati rintangan dan memutuskan untuk tidak menyerah, itulah kekuatan." Arnold Schwarzenegger, gubernur dan aktor Amerika Serikat kelahiran Austria

Selasa, 14 April 2009

Kutipan

"Takut gagal adalah penghalang paling besar dalam meraih kesuksesan." Sven Goran Eriksson, pelatih sepak bola kelahiran Swedia

Rabu, 01 April 2009

Kutipan

"Seni membersihkan jiwa kita dari debu-debu kehidupan setiap hari." Pablo Picasso (1881-1973), seniman dan pelukis Spanyol

Selasa, 31 Maret 2009

Kutipan

"Kita hidup dalam masa sekarang, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar kebenaran abadi dari masa lalu." Soong May-ling atau Madam Chiang Kai-Shek, mantan ibu negara Republik Nasional Tiongkok/Taiwan (1897-2003)

Sabtu, 28 Maret 2009

Kutipan

"Jika Anda ingin membuat kapal, jangan mengerahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bersama-sama. Jangan pula memberi mereka tugas dan pekerjaan, tapi ajarilah mereka untuk merindukan lautan luas tanpa batas." Antoine de Saint (1900-1944), pilot dan penulis Prancis

Rabu, 25 Maret 2009

Kutipan

"Berperilaku jujur memang sulit. Namun, bukan berarti tidak mungkin dilakukan." Mahatma Gandhi (1869-1948), filsuf India

Senin, 23 Maret 2009

Kutipan

"Keserasian yang sempurna antara tubuh dan pikiran adalah kunci keseimbangan dan kebahagiaan." Gabriela Sabatini, petenis wanita dunia era 1980-an asal Argentina

Jumat, 20 Maret 2009

Kutipan

"Banyak orang keluar masuk dalam kehidupan Anda, tapi hanya sahabat sejati yang akan meninggalkan jejak kaki di sanubari Anda." Eleanor Roosevelt (1884-1962), diplomat dan pegiat kemanusian, ibu negara Amerika Serikat (1933-1945)

Rabu, 18 Maret 2009

Kutipan

"Uang itu seperti indera keenam, Anda tidak bisa membuatnya berguna tanpa lima indera lainnya." William Somerset Maugham (1874-1965), penulis, novelis, dan dramawan Inggris

Minggu, 15 Maret 2009

Kutipan

"Keluarga adalah hal yang paling penting di dunia." Putri Diana (1961-1997), Princess of Wales

Kamis, 12 Maret 2009

Kutipan

"Terkadang putusan-putusan kecil bisa mengubah hidup Anda selamanya." Keri Russell, aktris dan penari Amerika Serikat

Kamis, 05 Maret 2009

Kutipan

"Berunding memang menghabiskan waktu; tapi ketika waktu beraksi tiba, berhentilah berpikir dan pergilah." Andrew Jacksons (1767-1845), presiden ke-7 Amerika Serikat

Senin, 02 Maret 2009

Kutipan

"Benih paling kecil dari kepercayaan masih lebih baik daripada buah paling besar dari kebahagiaan." Henry David Thoreau (1817-1862), pujangga dan filsuf Amerika Serikat

Kamis, 26 Februari 2009

Kutipan

"Keberanian ialah meyakini diri sendiri. Artinya, tak seorang pun bisa mengajari Anda." El Cordobes, matador Spanyol

Kamis, 19 Februari 2009

Yudas Iskariot: Refleksi Seorang Murid Kristus

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, tapi tidak semua orang mau dan mampu memperbaikinya. Salah satunya adalah Yudas Iskariot. Tapi, sejahat apapun tokoh ini, bukan berarti tidak ada yang dapat kita pelajari dari sosok ini. Paling tidak ada satu hal yang bisa kita pelajari dari tokoh ini, yakni jangan pernah “menjual” Tuhan Yesus demi memuaskan hawa nafsu dan keinginan pribadi.
Yudas dikenal sebagai seorang koruptor, karena sering mengambil uang kas yang ia kelola (Yohanes 12:6). Catatan ini menunjukkan karakter Yudas yang serakah, yang rela mengorbankan kepentingan orang lain demi keuntungan pribadi.
Tidak heran, ketika ia melihat kesempatan untuk memperoleh uang banyak, ia tidak membuang kesempatan itu. Ia menjual Tuhan Yesus, Gurunya, demi 30 keping perak. Jumlah yang kecil, tapi mampu memuaskan hawa nafsu Yudas yang besar.
Tapi, jangan terlalu cepat menghakimi Yudas. Karena, sedikit banyak, sosok ini mencerminkan diri kita, yang demi memuaskan hawa nafsu dan keinginan pribadi, rela “menjual” Tuhan Yesus. Misalnya, karena mengejar materi, atau demi karir, tidak mau melayani Tuhan.
Pertanyaannya, sampai kapan kita akan hidup seperti ini? Sampai kapan kita akan hidup untuk diri kita sendiri? Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa semua kenikmatan duniawi hanya bersifat sementara, tapi berkat Tuhan bernilai kekal (2 Korintus 4:18). Karena itu, jangan “jual” Tuhan Yesus demi sesuatu yang fana. Sebaliknya, “bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal”(1 Timotius 6:12).

Andreas: Refleksi Seorang Murid Kristus

“Pekabar Injil yang pertama.” Sebutan ini sangat tepat diberikan kepada Andreas. Karena Andreaslah yang pertama kali, memberitakan tentang kedatangan Mesias kepada orang lain
Dalam Yohanes 1:35-42 dicatat: Setelah Andreas bertemu dengan Tuhan Yesus, ia bertemu dengan Petrus, saudaranya, dan berkata, “Kami telah menemukan Mesias.” Kemudian, Andres membawa Petrus bertemu dengan Tuhan Yesus, dan, sejak saat itu, Petrus menjadi murid Tuhan Yesus.
Berdasarkan catatan di atas, kita bisa menarik kesimpulan kalau Andreas bukanlah sosok yang egois, yang tidak peduli kepada orang lain. Sebaliknya, ketika bertemu dengan Petrus, ia membagikan berkat yang telah ia terima kepada Petrus. Sehingga Petrus pun bisa bertemu dengan Kristus dan menjadi muridNya.
Pribadi seperti Andreas sangat dibutuhkan pada jaman ini. Karena, saat ini, masih ada banyak orang yang belum mengenal dan merasakan kasih Kristus.
“Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Roma 10:14)
Karena itu, saat ini, Tuhan bertanya kepada kita, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?”
Apa jawaban kita ? Apakah kita akan berkata seperti Yesaya, “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8) ? Keputusan sepenuhnya ada di tangan Anda. Jangan sia-siakan panggilanNya.

Filipus : Refleksi Seorang Murid Kristus

Filipus bukanlah sosok yang istimewa. Ia bukan sosok seperti Petrus yang penuh semangat, atau sosok yang dekat dengan Tuhan Yesus seperti Yohanes. Sebaliknya, dari kitab-kitab Injil, kita menemukan gambaran sosok yang cenderung pesimis dan pasif. Dalam Yohanes 6:1-15, ketika Tuhan Yesus melihat orang banyak yang lapar, dan meminta pendapat Filipus, Filipus hanya menjawab, “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja (Yohanes 6:7).” Tidak ada solusi ia berikan.
Namun, ia adalah murid yang mengenalkan Bartolomeus kepada Tuhan Yesus (Yohanes 1:45-47). Selain itu, saat ada beberapa orang Yunani yang ingin bertemu dengan Yesus, ia tidak menolak mereka. Sebaliknya, bersama dengan Andreas, ia membawa mereka kepada Tuhan Yesus (Yohanes 12:20-22).
Sekali lagi, Alkitab menunjukkan sebuah kebenaran bahwa Tuhan berkenan memakai orang-orang yang “biasa” untuk karya keselamatan yang luar biasa.
Sama seperti Rahab yang dipakai Tuhan untuk menyelamatkan 2 orang pengintai (Yosua 2:1-18), atau seorang hamba perempuan yang dipakai Tuhan untuk mengarahkan Naaman kepada Nabi Elisa (2 Raja-raja 5:1-5), Allah memakai Filipus untuk menyelamatkan mereka yang belum mengenal Tuhan.
Saat ini, Allah juga mau memakai hidup kita untuk menyelamatkan orang-orang yang belum mengenal Dia. Pertanyaannya, apakah kita mau mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan?
Untuk kita, Paulus berkata, “Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.” (Roma 6:13).

YAKOBUS anak Alfeus : Refleksi Seorang Murid Kristus

Tidak ada keterangan apapun tentang sosok ini, kecuali catatan bahwa ia adalah murid Yesus (Matius 10:3; Markus 3:18; Lukas 6:15; Kisah Para Rasul 1:13).
Mengapa Alkitab tidak menguraikan sosok ini dengan lebih detail? Apakah karena sosok ini dianggap kurang penting dibandingkan murid-murid lainnya? Tidak ada yang tahu dengan pasti mengapa penulis Alkitab tidak memberikan keterangan yang lebih banyak tentang tokoh ini.
Tapi, satu hal yang pasti, tidak ada tokoh Alkitab yang tidak penting di mata Tuhan. Setiap tokoh Alkitab, termasuk Yakobus anak Alfeus, memiliki peran yang sama pentingnya di dalam rencana keselamatan Tuhan. Tidak ada tokoh yang lebih penting dari tokoh lainnya.
Demikian pula dengan diri kita. Di mata Tuhan, setiap orang percaya adalah sama. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Perbedaannya hanya terletak pada peran dan tanggung jawab kita dalam rencana Tuhan (1 Korintus 12:27-30). Karena itu, tidak seorangpun boleh menyombongkan diri dan memandang rendah orang lain.
Sebaliknya, kita harus belajar untuk menghargai orang lain, meski, di mata kita, orang itu terlihat tidak penting atau tidak memiliki kelebihan apapun (1 Korintus 12:21-26).

SIMON, orang Zelot : Refleksi Seorang Murid Kristus

Tidak banyak keterangan tentang sosok ini, selain sebutan “orang Zelot”. Apa maksudnya orang Zelot? Zelot adalah sebuah partai radikal dan sangat revolusioner, yang berusaha mengusir penjajah Romawi dan memulihkan Kerajaan Israel dengan menggunakan pedang.
Berdasarkan keterangan ini, kita bisa menyimpulkan kalau Simon adalah anggota dari salah satu kelompok fanatik Yahudi.
Keberadaannya bersama dengan Matius, pemungut cukai, dalam satu lingkaran persekutuan pengikut Kristus sangat tidak biasa. Karena keduanya berasal dari dua kelompok yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Matius bekerja kepada pemerintah Romawi, sedangkan Simon berusaha menyingkirkan bangsa Romawi.
Namun, perbedaan inilah yang membuat persekutuan mereka terasa indah. Meski mereka berasal dari dua kelompok yang berbeda, dengan dua kepentingan yang berbeda, setelah mengenal Kristus, mereka mengesampingkan semuanya, bergandengan tangan sebagai satu keluarga, dan berusaha memuliakan nama Tuhan di tengah dunia ini.
Semangat yang sama, seharusnya, ada di dalam hati kita. Meski kita berasal dari latar belakang yang berbeda, tapi di dalam Tuhan, kita adalah satu keluarga yang memiliki panggilan yang sama, yakni memuliakan Tuhan di tengah dunia ini.
Karena itu, mari kita bergandengan tangan, melangkah bersama di dalam Tuhan, dan berusaha untuk memuliakan nama Tuhan dalam tiap langkah kehidupan kita.

Pimpinan Tuhan Tidak Pernah Salah (Keluaran 15:22-27)

Seandainya Anda diminta menggambarkan kehidupan, gambaran seperti apa yang terbayang dalam benak Anda?
Saya percaya pasti ada banyak jawaban, dan (mungkin) berbeda satu sama lain.
(Mungkin) ada yang membayangkan kehidupan seperti “naik sepeda”. Ada kalanya “naik”, ada kalanya “turun”. Ada kalanya bahagia, ada kalanya kita menghadapi duka.
(Mungkin) ada yang membayangkan kehidupan seperti “menulis pada selembar kertas.” Karena, kita punya sebuah pemahaman bahwa apa yang kita lakukan, pikirkan, katakan, dsb, seperti menulis di atas selembar kertas putih, menentukan hasilnya dan tidak dapat dihapus.
Dan sebagainya…
Semua penggambaran itu tidak ada yang salah, karena setiap penggambaran berasal dari cara kita memandang kehidupan itu sendiri.
Tapi, secara pribadi, kalau, saat ini, saya diminta menggambarkan kehidupan, maka saya akan menggambarkan kehidupan seperti “segelas kopi”.

Mengapa ? Secara pribadi, saya melihat kehidupan tidak dapat dipisahkan dari pergumulan, kesulitan, masalah, dsb. Kadangkala, hal-hal itu meninggalkan rasa “pahit” dalam hati sama seperti segelas “kopi”, yang ketika diminum, meninggalkan rasa pahit di lidah.
Tidak heran, kalau ada begitu banyak orang yang, kalau boleh memilih, menginginkan kehidupan yang lancer, tanpa masalah. Namun, kenyataannya, tidak ada seorangpun yang dapat menghindari yang namanya kesulitan/ pergumulan.

Namun, kita bisa membuat hidup yang terasa “pahit” itu, menjadi “manis”. Rahasianya adalah “terbuka pada pimpinan Tuhan”
Mari kita perhatikan perikop yang telah kita baca bersama.

Keluaran 15:22-27
Dalam perikop ini, Tuhan menyuruh bangsa Israel berjalan melewati padang gurun Syur. Setelah 3 hari berjalan di padang gurun, di bawah panas terik matahari, persediaan air mereka mulai habis. Tapi, tak satu pun mata air yang mereka temukan, sampai, akhirnya, Tuhan memimpin mereka ke Mara.
Dalam keadaan haus, lelah karena berjalan jauh, dan panas karena terik matahari, saya membayangkan, mereka berlomba-lomba memperebutkan air itu. Tapi, betapa kecewanya mereka, ternyata air itu tidak dapat diminum, karena rasanya pahit.
Bayangkan, dalam keadaan haus dan lelah, mereka memiliki harapan, tapi ternyata berakhir pada kekecewaan. Tidak heran, kalau mereka bersungut-sungut kepada Tuhan. Dan, bagi saya secara pribadi, hal itu sangat wajar…
Tapi, mereka tidak hanya sekedar bersungut-sungut. Mereka kecewa dan menyalahkan Tuhan, karena mereka merasa Tuhan telah membawa mereka kepada penderitaan, bukan kebahagiaan seperti yang telah Ia janjikan.
Pertanyaan: Benarkah Tuhan memimpin Israel kepada penderitaan? Sekilas memang terlihat demikian.
Namun, yang menarik, setelah mendengar sungut-sungut Israel, Tuhan mengubah air itu menjadi manis sehingga dapat diminum.
Sampai pada titik ini, saya belajar 2 hal, yakni :

1.Pimpinan Tuhan tidak pernah salah
Kenapa Tuhan memimpin Israel ke Mara? Alasan yang paling mendasar adalah karena Israel membutuhkan air.
Namun, ternyata ada alasan yang lain, yakni Tuhan ingin menguji umatNya: Apakah mereka tetap percaya saat menghadapi “kepahitan”? Percaya bahwa pimpinan Tuhan tidak pernah salah?
Ujian yang sama juga ditujukan kepada kita. Kadangkala, Tuhan terlihat memimpin kita ke arah yang salah, tapi di balik semua itu, sebenarnya, Tuhan sedang menguji kita untuk melihat apakah saat kita menghadapi pergumulan, kita tetap percaya kepadaNya?
Percaya bahwa pimpinan Tuhan tidak pernah salah, dan pasti ada maksud yang baik dalam setiap hal yang kita alami dalam hidup kita

2.Tuhan mampu mengubah kepahitan dalam hidup kita
Selain keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah memimpin kita ke arah yang salah, kita pun harus memiliki keyakinan bahwa Tuhan mampu mengubah kepahitan dalam hidup kita.
Tentu, bukan berarti hidup kita akan “lepas” dari masalah. Tapi, di tengah pergumulan-pergumulan hidup kita, kita tidak sendiri. Tuhan ada di sisi kita, memimpin dan menyertai kita.
Bahkan, bukan hanya memimpin, Tuhan juga memberikan jalan keluar, saat kita menghadapi jalan buntu. Tuhan juga memberi kekuatan, saat kita jatuh ke dalam keputusasaan.
Sehingga, apapun yang kita hadapi, kita tidak perlu khawatir/takut/cemas. Karena ada Tuhan di sisi kita. Keyakinan inilah yang akan membuat hidup kita terasa manis, meski kita menghadapi pergumulan seberat apapun.
Karena itu, apapun yang kita hadapi, jangan ragu untuk tetap percaya kepada Tuhan.

berita dan informasi online indonesia - www.okezone.com

"Menunjukkan kepada seseorang bahwa ia salah merupakan satu hal. Membuatnya mencapai kebenaran merupakan hal lain lagi." John Locke (1632-1704), filsuf Inggris

Minggu, 15 Februari 2009

Alkitab : Pandangan Tokoh-tokoh Sejarah

Sir Isaac Newton, one of the most brilliant minds of his century, remarked, “There are more sure marks of authenticity in the Bible than in any profane history.”

Britain’s Queen Victoria said of the Bible, “That book accounts for the supremacy of England.”

U.S. president Andrew Jackson stated, “That book, sir, is the rock on which our republic stands.” U.S. president George Washington commented,

“It is impossible to govern the world without God and the Bible.” France’s Napoleon observed, “The Bible is no mere book, but a Living Creature, with a power that conquers all who oppose it.”

Jumat, 02 Januari 2009

Sebuah Kata....

"Keindahan sejati itu bukan buatan, tapi terlahir dengan alami" (Sori Yanagi, desainer furniture)
Google
WWW Blog ini