Jumat, 25 Januari 2008

Temptation (Matius 4:1-11) - 1



Apa tujuan hidup kita? Untuk apa kita bekerja dan sekolah? Ada seorang teman yang mengatakan (dengan bercanda) bahwa ia bekerja demi sesuap nasi dan segenggam berlian. Mungkin jawaban itu hanya sebuah guyonan, tapi canda itu melukiskan kenyataan pada saat ini, di mana semua orang hidup hanya demi memuaskan kebutuhan, keinginan, bahkan hawa nafsunya. Dan, tidak jarang, demi itu semua mereka rela mengorbankan banyak hal yang sebenarnya jauh lebih penting dan jauh lebih berharga.
Seorang suami rela mengorbankan keluarganya demi memperoleh kesuksesan dalam karir. Seorang ayah rela membuang anaknya yang lahir dalam keadaan cacat demi menyelamatkan nama baik dan reputasi. Seorang anak tega menyakiti orang tuanya demi memperoleh apa yang ia inginkan. Dan masih ada banyak lagi.
Satu hal yang menjadi perlu kita renungkan bersama: Apakah semua itu membuat hidup kita berarti? Ataukah sebaliknya, semua itu membuat kita kehilangan arti hidup?
Dalam Matius 4:1-4, Tuhan Yesus menunjukkan kepada kita bahwa ada yang jauh lebih penting, jauh lebih berharga, dari hanya sekedar mengejar hawa nafsu, keinginan dan kebutuhan, yakni melakukan apa yang Allah inginkan (v 4).

Pemahaman Alkitab
Setelah Tuhan Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Roh Allah membawanya ke padang gurun supaya Ia dapat mempersiapkan diri sebelum memulai perjalanan dan pelayananNya. Karena itu, selama 40 hari – 40 malam Tuhan Yesus berdoa dan berpuasa (v 2).
Setelah 40 hari – 40 malam Ia berpuasa, Tuhan pun merasa lapar (v 2). Sama seperti kita, sebagai manusia, Tuhan pun membutuhkan makanan. Saat itulah, Iblis datang dan mencobai Dia.
Iblis berkata, “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti” (v 3).
Saya yakin ‘mengubah batu menjadi roti’ bukanlah perkara sulit buat Tuhan Yesus. Bukankah Ia yang menciptakan alam semesta (Kejadian 1). Kalau saat Israel mengembara di padang guru, Ia mampu mengeluarkan mata air dari gunung batu atau mengubah air yang rasanya pahit menjadi manis, mengubah batu menjadi roti hanya masalah kecil.
Namun, Tuhan ingin menekankan sesuatu yang lebih esensi. Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa arti hidup tidak sedangkal yang dipikirkan oleh banyak orang, yakni memuaskan keinginan ‘perut’. Sebaliknya, ada sesuatu yang jauh lebih penting, yakni melakukan kehendak Tuhan.
Bukan berarti memenuhi isi perut tidak penting. Namun, kalau masalah perut yang menjadi tujuan hidup kita, maka kita meleset dari tujuan hidup yang telah Allah tetapkan untuk kita.
Tuhan menciptakan kita bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan kita. Tuhan menciptakan kita untuk melayani Dia, memuliakan Dia (baca Kejadian 2:15-17; Yeremia 1:5). Karena itu, hidup kita baru berarti, atau punya nilai, kalau kita mampu memenuhi tujuan itu.

Refleksi :
  1. Apa tujuan hidup kita selama ini?
  2. Apakah kita sudah memahami misi yang telah Tuhan rencanakan untuk kita?
  3. Sudahkah kita melakukan misi itu dengan setia?

Tidak ada komentar:

Google
WWW Blog ini